Sejarah Hari Santri Nasional 22 Oktober dan Teks Resolusi Jihad
3 min readDikutip dari laman resmi Setkab.go.id, sejarah mencatat para santri tersebut telah mewakafkan hidupnya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan tersebut.
Para santri dengan caranya masing-masing bergabung dengan seluruh elemen bangsa melawan penjajah, menyusun kekuatan di daerah-daerah terpencil, mengatur strategi, mengajarkan tentang arti kemerdekaan.
Disebutkan juga bahwa salah satu moment perjuangan santri untuk kemerdekaan adalah ketika pendiri Nahdatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy’ari menyerukan resolusi jihad pada 22 Oktober 1945.
Hal ini sejalan dengan pernyataan sejarawan NU KH Agus Sunyoto sebagaimana dilansir dari laman Nahdatul Ulama (NU Online), Selasa (22/10/2019). Ia menegaskan bahwa kaum santri merupakan representasi bangsa pribumi dari kalangan pesantren yang sangat berjasa membawa Indonesia menegakkan kemerdekaan melalui Resolusi Jihad 22 Oktober yang dicetuskan oleh KH Hasyim Asy’ari.
Dia juga menerangkan, istilah santri memang asli dari Indonesia, berbeda dengan istilah siswa yang berasal dari Belanda. Jika dirunut sejarahnya, kata Ketua PP Lesbumi NU ini, awalnya Indonesia dianggap negara boneka Jepang oleh negara sekutu karena kemerdekaannya dinilai pemberian dari Nippon tersebut.
Hal ini bisa dijelaskan, menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia, Soekarno dan Hatta menyambangi Jepang untuk bertemu Kaisar.
“Rapat besar di Lapangan Ikada juga dijaga ketat oleh tentara Jepang. Belum lagi naskah teks Proklamasi yang diketik oleh orang berkebangsaan Jepang, Laksamana Meida,” terang Agus.
Setelah Jepang kalah perang dengan Tentara sekutu atau NICA, lanjutnya, mereka berusaha kembali menjajah Indonesia dalam agresi militer kedua. Agus menjelaskan, ternyata tentara NICA dikagetkan oleh perlawanan orang-orang pribumi dari kalangan santri.
“Dari sinilah mereka berpikir bahwa kemerdekaan Indonesia bukan karena pemberian dari bangsa Jepang, melainkan betul-betul didukung oleh seluruh rakyat Indonesia,” jelas penulis buku Atlas Wali Songo ini.
Oleh sebab itu, menurut Agus, penetapan Hari Santri Nasional bukan hanya sebagai agenda kepentingan kelompok tertentu, tetapi untuk kepentingan seluruh bangsa Indonesia yang ketika itu digerakkan oleh Resolusi Jihad, yakni fatwa jihad KH Hasyim Asy’ari untuk membela Tanah Air dari penjajah hukumnya fardlu’ain atau wajib bagi setiap individu.
Atas dasar perjuangan santri itu pula Presiden Jokowi menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional lewat Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015. Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan penetapan ini dilakukan menginat peran santri termasuk KH Hasyum Asy’ari.
“Mengingat peran historis itu, mengingat peran sejarah itu, mengingat peran santri menjaga keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia, mengingat peran tokoh-tokoh santri seperti KH Hasyim Asari, KH Ahmad Dahlan, KH Ahmad Hasan, Syech Ahmad Suropati, Kiai Mas Abdurahman, tadi dari Nahdatul Ulama, dari Muhammadiyah, dari Persis, dari Alirsyad, dari Mathaul Anwar, tadi juga dibisiki oleh Kiai Said Aqil Sirad (Red. Ketua Umum PBNU sekarang), masih ada nama-nama perwira PETA yang berasal dari kalangan santri,” ucap Jokowi pada 2015 lalu.[]